Saturday, January 24, 2009

MUHASABAH DIRI MENGGAPAI MASA DEPAN

Oleh : Agus Handoko,S.Th.I

Di akhir tahun 2008, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.

Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:

Muhasabah

Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.

Mujahadah

Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

Muraqabah

Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.

Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

Mu’aqobah

Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.

Mengawali tahun 2009, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.



Ada Apa Dengan "SKB Ahmadiyah"

ADA APA DENGAN "SKB AHMADIYAH"
Oleh : Agus Handoko, S.Th.I

Terbitnya SKB tentang Ahmadiyah pada tanggal 9 Juni 2008, memunculkan banyak penafsiran baik dikalangan praktisi hukum, akademisi, politisi, agamawan bahkan masyarakat awam. Sebenarnya ada apa di balik lahirnya SKB yang ditanda tangani oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, keputusannya yaitu :
(1) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu;
(2) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad Saw;
(3) Penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan atau perintah sebagaimana dimaksud pada diktum 1 dan diktum 2 dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji di kantor Kepresidenan Jakarta, Senin sore sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas tentang RUU Pengadilan Tipikor menegaskan, tidak ada pembubaran. Sesuai UU Nomor 1 Tahun 1965 itu, SKB itu hanya perintah dan peringatan. Perintah dan peringatan dulu. Kalau masalah agama itu jadi diperingatkan mereka itu bertentangan dengan agama. Jadi kalau seandainya diperingati tidak bisa, maka masuk pada penodaan agama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 adalah tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama.
[1]
Dengan keluarnya SKB Ahmadiyah diharapkan aksi demo menentang dan mendesak pembubaran Ahmadiyah menjadi reda. Namun begitu, pemerintah jangan terlena. Pemerintah lewat perangkatnya harus melakukan pembinaan dan kontrol terhadap manuver jemaah Ahmadiyah. Apakah mereka masih terus menjalankan misinya. Kalau tidak dibina dan tidak dikontrol maka SKB menjadi sia-sia, dan dipastikan di satu waktu nanti masalah Ahmadiyah ini akan kembali meledak.
Isi dari SKB tentang Ahmadiyah menurut saya mendekati "keadilan"dari keduabelah pihak dari unsur kemanusiaan yang harus sama-sama dihargai, terlepas dari sesatnya ajaran Ahmadiyah yang sama-sama kita sepakati bersama.
Jika dilihat dari Ahmadiyah, suatu aliran baru yang lahir pada tahun 1889 di Punjab India dipimpin oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan mengklaim ajarannya bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Kemudian ajaran tersebut menyebar luas keseluruh dunia bahkan masuk ke Indonesia dan organisasi ini terdaftar di Kementerian Kehakiman RI sebagai sebuah vereneging atau perkumpulan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 Maret 1953. Maka yang perlu dipertanyakan pada tahun tersebut, mengapa Ahmadiyah di legalkan oleh Pemerintah? Saya melihat adanya unsur kepentingan Indonesia pada saat itu. Dengan usia kemerdekaannya yang masih muda, Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara kuat termasuk Inggris. Karena negara tersebut sebagai "Backing" penyebaran ajaran Ahmadiyah keseluruh dunia.
Mulai dari tahun 1953-2008, Ahmadiyah selalu mengembangkan ajarannya di Indonesia. Permasalahan Ahmadiyah muncul kepermukaan ketika Kampus dan Masjid "al-Mubarak" bertempat di daerah Bogor disegel oleh warga setempat dengan alasan, ajaran Ahmadiyah sudah meresahkan warga sekitar. Kejadian tersebut ditanggapi oleh Pemerintah dengan dingin. Pada puncaknya terjadilah kerusuhan pada tanggal 1 Juni bertepatan dengan peringatan hari Pancasila antara AKKBB dengan FPI di Tugu Monumen Nasional (Monas), mengakibatkan kelompok AKKBB terluka akibat sikap "emosi" dari kelompok FPI. Mengapa hal ini dapat terjadi? kedua kelompok yang terlibat memiliki argumen masing-masing. Terlepas dari argumen keduanya, maka Pemerintah dengan pertimbangan yang "matang" dan "terlambat" mengeluarkan SKB tentang Ahmadiyah.
Pertanyaan muncul dari diri saya, mengapa pada saat terjadinya demo besar-besaran oleh rakyat terhadap kenaikan BBM, justru kasus Ahmadiyah mencuat, kenapa tidak dari tahun-tahun sebelumnya? Apakah ini sebuah "rekayasa" Pemerintah ataukah ada kepentingan kelompok/partai lain dibalik kejadian tersebut dengan akan di berlangsungkannya Pemilu 2009? Dengan masing-masing kelompok menyuarakan "simbol-simbol agama" didepan rakyat Indonesia yang memiliki sensitifitas simbol keagamaannya sangat tinggi.
Sebagai penutup tulisan ini, perlu kita renungkan bersama adalah pesan ayat al-Quran

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنْ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (آل عمران159)
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل
125)

Thursday, April 17, 2008

FENOMENA ALIRAN SESAT DI INDONESIA
Oleh : Agus Handoko, S.Th.I


Pendahuluan

Indonesia telah menetapkan 5 Agama : Islam, Budha, Hindu, Katolik dan Protestan, kemudian ditambah satu keyakinan pada masa Pemerintahan Gus Dur yaitu Konghucu. Keenam Agama tersebut diperbolehkan berkembang di bumi Indonesia dengan aturan yang telah termaktub dalam undang-undang. Sehingga tidak ada alasan bagi pemeluknya untuk mengganggu dan merusak ajaran agama orang lain.
Islam sebagai agama terbesar di dunia dan di Indonesia khususnya, memiliki ajaran yang sudah Qath’i kepada pemeluknya, mulai dari rukun Iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Kiamat, Qadho’ dan Qadar), kemudian rukun Islam (Syahadatain, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji). Dalam menjalankan ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, umat Islam dituntun dalam bingkai al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketika ajaran Islam tidak dipahami secara paripurna (kaffah) maka muncullah berbagai penafsiran yang keliru sehingga timbullah pengakuan terhadap diri atau kelompoknya paling benar dan yang lain salah, lebih extrim lagi ketika seseorang sudah merasa menguasai seluruh ajaran Islam kemudian mengaku dirinya sebagai utusan Tuhan (Nabi/Rasul). Dimulai dari sinilah salahsatu gejala timbulnya kelompok aliran sesat yang menyimpang dari kaedah agama. Terlebih lagi aliran sempalan tersebut dapat kedudukan di hati sebagian masyarakat kita, apa sebenarnya fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita, sehingga mudah sekali mengaku sebagai Nabi dan sebagian umat Islam juga terpengaruh terhadap ajarannya?

Fakta Sejarah
Aliran-aliran sempalan yang terjadi dalam tubuh Islam sudah ada sejak masa Rasulullah Saw sampai saat sekarang, dari yang mengaku sebagai penyelamat akhir zaman sampai dengan Nabi/Rasul yang diutus oleh Allah Swt. Mereka diantaranya adalah : Musailamah al Kadzdzab, muncul di zaman Rasulullah Saw, bertempat di Yamamah. Dia tewas di tangan Khalid bin Walid saat diperangi di zaman khalifah Abu Bakar. Tulaihah al Asadi muncul di zaman Rasulullah Saw dari kabilah Bani Asad, kemudian dia bertaubat. Nama lain yang masuk dalam daftar nabi palsu adalah Harith bin Saad yang mendakwa menjadi nabi di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umaiyah. Isa Al-Asfahan muncul dengan klaim sebagai nabi di masa Khalifah al Mansur dari Bani Abbasiah. Faris bin Yahya mendakwa dirinya menjadi nabi di masa pemerintahan Khalifah Al Muktaz di Mesir. Faris mengaku sebagai Nabi Isa dan mendakwa dapat menyembuhkan berbagai penyakit diantaranya orang buta, penyakit kusta, dan menghidupkan orang mati. Ishak al Akhras mengaku sebagai nabi di Asfahan Iran. Dia pandai membaca kitab Taurat, Injil, dan pandai menafsirkan al Quran sesuka hatinya[1]. Kemudian yang terkenal kelompok Ahmadiyah Qodiyan yang dipimpin oleh Mirza Gulam Ahmad dari India dan masih banyak lagi nama lainnya. Sedangkan yang terjadi di Indonesia mereka adalah : di Bandung ada al Quran Suci dan penganut Tatatan Persatuan Quran, di Sumedang ada kelompok penyembah matahari, di Kuningan ada ajaran Finalillah, di Madiun ada wanita Rusmiyati yang mengaku diwisuda Tuhan sebagai Ratu Adil dan panglima perang melawan iblis, di Jakarta ada Lia Aminuddin (seorang perangkai bunga), dan di Sulawesi Tengah ada Zikrullah bin Ali Tatang yang menobatkan diri sebagai nabi baru[2]. Dari persebaran aliran-aliran tersebut, baru-baru ini muncul aliran al Qiyadah al Islamiyah yang dipimpin oleh H Abdus Salam alias Ahmad Moshaddeq (seorang pensiunan PNS di Bid.Olahraga Pemda DKI) yang mengklaim berpengikut puluhan ribu orang, dan diantara ajarannya adalah : Pertama, Moshaddeq mengaku sebagai nabi penyempurna. Kedua, kelompok al Qiyadah mengakui al Quran sebagai kitab suci, tetapi di saat yang sama mereka mengingkari sunnah Muhammad Saw. Secara memprihatinkan mereka menafsirkan (dalam bahasa Moshaddeq: mentakwilkan) ayat-ayat al Quran. Ketiga, aliran ini juga mengajarkan syahadat baru, yaitu: Asyhadu an-laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna al Masih al Mau’ud Rasulullah (Saya bersaksi tiada ilah selain Allah, dan saya bersaksi bahwa [al Masih al Mau’ud alias Ahmad Moshaddeq] adalah Rasul Allah). Keempat, tidak mewajibkan shalat, puasa, zakat, dan haji. Perihal ini, Moshaddeq menyamakan kondisi abad ini dengan kondisi perkembangan Islam awal di Makkah sebelum Muhammad hijrah. Sehingga, menurut dia, sebelum hijrah dan sebelum terbentuk Khilafah Islamiyah, semua perintah tersebut belum wajib ditunaikan.
Pandangan al Qur’an
Allah Swt. telah memberikan rambu-rambu kepada hamba Nya dalam memahami ayat-ayat Qauliyah Nya, sehingga tidak terjadi salah penafsiran yang menyesatkan. Ketika Allah Swt. telah melengkapi ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul Nya Muhammad bin Abdullah, maka tidak ada lagi ajaran baru yang dibawa oleh manusia setelah Muhammad Saw, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah : 3 :
Pada hari ini (haji wada’ yang dilakukan oleh Muhammad Saw), orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.5:3)

Kemudian tidak ada lagi Rasul/Nabi yang diutus oleh Allah Swt. setelah Muhammad Saw. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab : 40:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS.33:40)

Yang lebih terpenting bagi umat Islam ketika mendapatkan pengetahuan ajaran yang mengatasnamakan Islam dari seseorang yang kapabelitasnya diragukan sebagai seorang ulama yang faqih maka dianjurkan untuk tabayyun dan jangan langsung mengikuti terhadap ajaran yang disampaikannya itu, sehingga tidak terpelosok kepada taklid buta. Karena segala Pengetahuan yang didapatkan akan dimintai pertanggungjawabannya, sebagaimana firman Allah dalam surat al Israa’:36 :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS.17:36)

Pendapat Penulis
Fenomena munculnya aliran-aliran sesat/sempalan dalam Islam khususnya di Indonesia disebabkan beberapa faktor diantara lain adalah :
1. Sebagian masyarakat Islam Indonesia lebih mudah menerima dan mengikuti tanpa mempelajarinya secara cermat ajaran-ajaran yang datang dari orang yang mengaku sebagai penyelamat akhir zaman atau nabi sekalipun. Sehingga mudah dan cepat sekali muncul dan berkembangnya aliran-aliran yang sesat dengan mendompleng nama Islam.
2. Seseorang yang mengaku dirinya sebagai Penyelamat akhir zaman atau Nabi disebabkan: Pertama, dia terperdaya oleh tipuan jin/syaithan yang membawa dia kepada tingkat pengalaman ruhaninya sangat luar biasa yang tidak terjadi oleh orang lain diluar dirinya seperti kasus Lia Aminuddin yang mengaku dirinya sudah pernah melihat surga dan neraka kemudian pernah pergi ke inti matahari atau seorang tokoh di India Mirza Gulam Ahmad dengan memiliki kelebihan mendapat risalah kenabian langsung dari Sang Khalik. Kedua, mereka memiliki gangguan kejiwaan disebabkan pengalaman hidupnya yang pahit dan selalu berhayal diluar nalar manusia. Ketiga, dia memiliki motivasi mencari keuntungan dari ketenarannya yang melakukan suatu perbuatan diluar kebiasaan manusia pada umumnya.Keempat, Permainan para elit di negeri Indonesia yang tidak senang dengan ketentraman demi tercapai sesuatu yang diinginkannya, khususnya soal SARA.
3. Antara Pemerintah melalui Lembaga PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) dan Ulama serta para muballigh di Indonesia kurangnya bersatu memperhatikan masyarakat bawah, khususnya dalam soal kehidupannya. Sehingga ketika datang aliran baru yang dapat mensejahterakan kehidupannya, mereka langsung menerima tanpa berfikir dampak negatifnya.
4. Mudah terprovokasinya sebagian masyarakat Islam di Indonesia dalam menghadapi munculnya aliran-aliran sesat dengan berbuat anarkis, yang menyebabkan timbulnya rasa kecewa terhadap Islam itu sendiri dari para pengikut aliran tersebut, sehingga bukannya mereka sadar melainkan bertambah keyakinan mereka terhadap ajaran tersebut. Padahal ajaran Islam yang sesungguhnya, ketika menghadapi orang-orang yang tersesat dari ajaran Islam yaitu dengan menyeru mereka dengan hikmah, memberikan suri tauladan yang baik, dan membantah mereka dengan cara yang baik. Tiga Prinsip ini termaktub dalam surat an-Nahl,16: 125.

موقف أهل الكتاب من نبوة رسول الله

موقف أهل الكتاب من نبوة رسول الله r
أغوس هندوكوا الأندونيسيا

تمهيد

مفهوم أهل الكتاب
أهل الكتاب = طا ئفة من الذين أوتوالكتاب-هم اليهود والنصارى.[1]
أهل الكتاب هو اسم يطلق في الإسلام على أصحاب الديانات السماوية التي يعترف بها الإسلام، وهذه الدیانات هي اليهودية، والنصرانية. من أحكام أهل هذه الدیانات فی الشریعة الإسلامیة جواز الزواج من نسائهم وأخذ الجزیة منهم مقابل حمايتهم والدفاع عنهم.[2]
ما حكم أهل الكتاب في الوقت الحاضر في الإسلام هل هم مؤمنون أم كافرون ؟
فقد دل القرآن والسنة والإجماع على أن من دان بغير الإسلام فهو كافر، ودينه مردود عليه وهو في الآخرة من الخاسرين قال تعالى (ومن يبتغ غير الإسلام ديناً فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين ) [آل عمران:85] وقال تعالى: ( إن الدين عند الله الإسلام ](آل عمران:19[
وجاء النص القاطع بأن أهل الكتاب الذين لم يؤمنوا بمحمد صلى الله عليه وسلم، أو أشركوا مع الله غيره، أو جحدوا بنبوة نبي من الأنبياء أنهم كفرة ولا يدفع عنهم الكفر إيمانهم أو التزامهم بكتابتهم، فلو آمنوا حقاً بالنبي والكتاب لآمنوا بجميع الأنبياء والرسل. قال الله تعالى: ( إن الذين يكفرون بالله ورسله ويريدون أن يفرقوا بين الله ورسله ويقولون نؤمن ببعض ونكفر ببعض ويريدون أن يتخذوا بين ذلك سبيلا * أولئك هم الكافرون حقاً واعتدنا للكافرين عذاباً مهيناً ) [النساء: 150، 151[وقال تعالى : ( يأهل الكتاب لم تكفرون بآيات الله وأنتم تشهدون ) [آل عمران:70] وقال:(قل يأهل الكتاب لم تكفرون بآيات الله والله شهيد على ما تعلمون ) [آل عمران:98] وهو خطاب لأهل الكتاب المعاصرين للنبي صلى الله عليه وسلم وهم يؤمنون بعيسى والإنجيل، وبموسى والتوراة. وقال تعالى: ( لقد كفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم ) [المائدة: 73 [وقال تعالى: ( اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أرباباً من دون الله والمسيح ابن مريم وما أمروا إلا ليعبدوا إلها واحداً لا إله إلا هو سبحانه عما يشركون] (التوبة:31[وقال تعالى: ( لم يكن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين منفكين حتى تأتيهم البينة) فكونهم أهل كتاب لا يمنع من كونهم كفاراً، كما نطق بذلك كتاب الله.
وإباحة طعام أهل الكتاب لا ينافي الحكم بكفرهم، فإن الذي أباح طعامهم هو الذي حكم بكفرهم، ولا راد لقضائه ولا معقب لحكمه جل وعلا.
وما جاء في القرآن الكريم من وعد النصارى أو اليهود بالجنة إنما هو للموحدين منهم الذين آمنوا بنبيهم ولم يشركوا بالله أحداً ولم يدركوا بعثة نبينا محمد صلى الله عليه وسلم. ومن ذلك قوله تعالى: (إن اللذين آمنوا والذين هادوا والنصارى والصابئين من آمن بالله واليوم الآخر وعمل صالحاً فلهم أجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون) [البقرة: 62[وهذا ما اتفق عليه أهل التفسير والعلم بكتاب الله عز وجل، ويؤيده أن من اعتقد ألوهية عيسى أو بنوته لله أو أعتقد أن الله فقير أو يمسه اللغوب والتعب فليس مؤمناً بالله حقيقة وكذلك من اعتقد أن عيسى عليه السلام هو الذي يحاسب الناس يوم القيامة ويجعل النار لمن لم يؤمن بألوهيته أو بنوته، من اعتقد ذلك لم يكن مؤمناً باليوم الآخر حقيقة، ولهذا وصف القرآن أهل الكتاب من اليهود والنصارى بأنهم لا يؤمنون بالله واليوم الآخر، فقال تعالى: ( قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخر ولا يحرمون ما حرم الله ورسوله ولا يدينون دين الحق من الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون) [التوبة:29[ وأما قوله تعالى) : لتجدن أشد الناس عداوة للذين آمنوا اليهود والذين أشركوا ولتجدن أقربهم مودة للذين آمنوا الذين قالوا إنا نصارى ) [المائدة: 82] فتمام الآيات يبين أن المراد بهؤلاء من آمن بمحمد صلى الله عليه وسلم وتأثر بسماع القرآن ودعوته، ولكثرة المستجيبين من النصارى كان النصارى أقرب مودة للمسلمين وأسرع قبولاً للإسلام وهذا يصدقه التاريخ والواقع قال تعالى: ( ذلك بأن منهم قسيسين ورهباناً وأنهم لا يستكبرون* وإذا سمعوا ما أنزل إلى الرسول ترى أعينهم تفيض من الدمع مما عرفوا من الحق يقولون ربنا آمنا فاكتبنا مع الشاهدين* ومالنا لا نؤمن بالله وما جاءنا من الحق ونطمع أن يدخلنا ربنا مع القوم الصالحين* فأثابهم الله بما قالوا جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها وذلك جزاء المحسنين والذين كفروا وكذبوا بآياتنا أولئك أصحاب الجحيم] (المائدة:82- 86[
إذا تقرر هذا فأهل الكتاب الموجودون في عصرنا صنفان: صنف بلغته دعوة الإسلام وسمع بالنبي صلى الله عليه وسلم ولم يؤمن به، فهؤلاء كفار في الدنيا، مخلدون في النار في الآخرة إن ماتوا على كفرهم، والدليل على ذلك الآيات المذكورة آنفاً، وقول النبي صلى الله عليه وسلم: " والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار" رواه مسلم.وقوله صلى الله عليه وسلم في حديث طويل : " إذا كان يوم القيامة أذن مؤذن: تتبع كل أمة ما كانت تعبد فلا يبقى من كان يعبد غير الله من الأصنام والأنصاب إلا يتساقطون في النار حتى إذا لم يبق إلا من كان يعبد الله من بر أو فاجر أو غبرات أهل الكتاب، فيدعى اليهود فيقال لهم: من تعبدون؟ قالوا: كنا نعبد عزيراً ابن الله فقال لهم: كذبتم ما اتخذ الله من صاحبة ولا ولد فما تعبدون؟ فقالوا: عطشنا ربنا فاسقنا فيشار ألا تردون ؟ فيحشرون إلى النار كأنها سراب يحطم بعضها بعضاً، فيتسا قطون فى النار.ثم يدعى النصارى فيقال لهم: من كنتم تعبدون؟ قالوا: كنا نعبد المسيح ابن الله فيقال لهم كذبتم ما اتخذ الله من صاحبة ولا ولد فيقال لهم: ما ذا تبغون ؟ فكذلك مثل الأول.رواه والصنف الثاني: صنف لم تبلغهم دعوة الإسلام ولم يسمعوا بالنبي صلى الله عليه وسلم، فهؤلاء على فرض وجودهم في هذا الزمان الذي تقدمت فيه وسائل المعرفة والاتصال، اختلف العلماء في حكمهم في الآخرة، وأرجح الأقوال أنهم يمتحنون في عرصات القيامة، فمنهم الموفق الناجي ومنهم الخاسر الموبق.أما حكمهم في الدنيا فهم كفار باتفاق أهل الإسلام، تجب دعوتهم وإيصال الهدى إليهم، وتجري عليهم أحكام الكفار من أهل الكتاب.
وجميع ما سبق يعد من الأمور المعلومة بالاضطرار من دين الإسلام، فمن أنكر كفر اليهود والنصارى أو شك في ذلك فهو كافر. قال القاضي عياض في كتابه الشفا، في سياق ذكره ما هو كفر بالإجماع : ( ولهذا نكفر من دان بغير ملة المسلمين من الملل أو توقف فيهم أو شك أو صحح مذهبهم، وإن أظهر مع ذلك الإسلام واعتقده, واعتقد إبطال كل مذهب سواه، فهو كافر بإظهاره ما أظهر من خلاف ذلك) انتهـىوقال في الإقناع وشرحه من كتب الحنابلة في باب المرتد: ( أو لم يكفر من دان بغير الإسلام كالنصارى واليهود، أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم. فهو كافر لأنه مكذب لقوله تعالى:(ومن يبتغ غير الإسلام ديناً فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين)آل عمران:85


الفصل الأول
مفهوم اليهود و النصارى

مفهوم اليهود واليهودية
اليهودية : نسبة إلى (اليهود), ولكن إختلف في المعنى اللغوي لكلمة (اليهود) على رأيين, هما
اليهود : إسم عربي, مشتق من مادة (هَوَد) العربية, بمعنى : التوبة والرجوع, والإنابة. وهي ترد على (ثلاث صيغ) جاءت كلها في القرأن الكريم, وهي :
هاد : ( من الذين هادوايحرفون الكلم عن مواضعه) سورة النساء :46
هد : ( إنا هدنا إليك ) سورة الأعراف : 156
هودا : ( أم تقولون إن إبراهيم و إسماعيل وإسحاق ويعقوب والأسباط كانواهودا أو نصارى قل أأنتم أعلم أم الله ومن أظلم ممن كتم شهادة عنده من الله ومالله بغافل عماتعملون) سورة البقرة :140, (وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ)سورة البقرة : 135, (وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ) سورة البقرة :111
2. اليهود : إسم أعجمي جامد, معرب عن إسم (يهوذا) (السبط الرابع) من أبناء يعقوب (إسرائيل) –عليه السلام, وهذا هوالأرجح. فقد جاء إسم اليهود-بدل الإسم القديم (الإسرائيليين)-لأول المرة في (العهد القديم) بعد (السبي البابلي) عام 538 ق.م, منها :رسالة بعث بها بنوإسرائيل إل الملك الفاريسي (كورش), بعد عودتهم على يديه-من السبي إلى (فلسطين), جاء فيها : "ليعلم الملك أن اليهودالذين صعدوا من عندك إلينا قد أتوا إلى أرشليم". حيث عم بني إسرائيل مسمى (اليهود), لأن العدد الأكبر من المسبيين ينتمي إلى (المملكة اليهودية-يهوذا), وبذالك دعي نسل جميع الأسباط (يهودا).[3]
أمااليهودية: هي ديانة العبرانيين المنحدرين من إبراهيم عليه السلام والمعروفين بالأسباط من بني إسرائيل الذي أرسل الله إليهم موسى عليه السلام مؤيداً بالتوراة ليكون لهم نبيًّا. واليهودية ديانة يبدو أنها منسوبة إلى يهود الشعب. وهذه بدورها قد اختلف في أصلها. وقد تكون نسبة إلى يهوذا أحد أبناء يعقوب وعممت على الشعب على سبيل التغليب.

مفهوم النصارى والنصرانية
تطلق النصرانية على الدين المنـزل من الله تعالى على عيسى(ع)، وكتابها الإنجيل، وأتباعها يقال لهم النصارى نسبةً إلى بلدة الناصرة في فلسطين، أو إشارة إلى صفة، وهي نصرهم لعيسى(ع)، وتناصرهم فيما بينهم، وكانت هذه الصفة تخصّ المؤمنين منهم في أول الأمر،ولم يلبث أن أطلقت عليهم كلهم على وجه التغليب.
كان النصارى يجمعون على أن مريم حملت بالمسيح(ع) وولدته في بيت لحم في فلسطين، وأنّه تكلم بالمهد، وأنكر عليها اليهود ذلك، ففرّت به إلى مصر ثم عادت به إلى الشام وعمره آنذاك اثنتا عشرة سنة، فنـزلت به القرية المسماة ناصرة، وبقي فيها إلى أن ألقى الرومان القبض عليه وسعوا به إلى عامل قيصر ملك الروم على الشام.[4]
كان له اثنا عشر حوارياً بعثهم رسلاً إلى الأقطار للدعاية إلى دينه، أشهرهم أربعة الذين تصدوا لكتابة الإنجيل، وهم بطرس ومتى ولوقا ويوحنا، تعرضوا فيها لسيرة المسيح(ع) من حين ولادته إلى حين رفعه، وكتب كل منهم نسخة على ترتيب خاص بلغة من اللغات.
بين النصرانية والمسيحية.وقد جاء في إحدى القراءات: أنه بعد ارتفاع يسوع حياً إلى السماء، ونزول الروح القدس على رسله وصحابته، اندفعوا بالدعوة للإنجيل، وطالما بقيت الدعوة محصورة في فلسطين كانو يسمون "نصارى"؛ فلما انتشرت الدعوة المسيحية في سوريا أخذ الناس يسمونهم "المسيحيين".
فصحابة المسيح ورسله في بيئتهم اليهودية يجمعون في ألقاب يسوع اللقب النبوي "المسيح" الذي يؤمنون به، واللقب القومي الذي به يعرفون "الناصري"، وقد سمى اليهود الجاحدين مسيحية يسوع أتباع السيد المسيح بالناصريين أو نصارى.
وهذا ما يكشف عنه في نص عند تقديم بولس الرسول في أورشليم للمحاكمة المدنية لدى الوالي الروماني فيلكس، فرفع الدعوة عليه باسم المجلس اليهودي الأعلى المحامي ترتلس الشهير عندهم، قال: "إننا إذ وجدنا هذا الرجل مفسداً ومهيج فتنة بين جميع اليهود الذين في المسكوفة ومقدام شيعة الناصريين، وقد شرع أن ينجس الهيكل أيضاً، أمسكناه وأردنا أن نحكم عليه حسب ناموسنا، فأقبل ليسياس الأمير بعنف شديد وأخذه من بين أيدينا وأمر. المشتكين عليه أن يأتوا إليك، ومنه يمكنك إذا محصت أن تعلم جميع هذه الأمور التي نشتكي بها عليه، ثم وافقه اليهود أيضاً قائلين: إن هذه الأمور هكذا". أعمال 24: 1ـ10.
ثم انتشرت الدعوة المسيحية خارج فلسطين، وقام بها كطلائع للرسل، صحابة المسيح، اليهود الهلينيون الذين ولدوا في المهاجر ونشأوا على الثقافة اليونانية، ثم آمنوا بالمسيح.
وبسبب ثقافتهم والحرية الدينية التي تعوّدوا عليها في مهاجرهم، كانوا أجرأ الناس دعوةً للمسيحية، حتى في أورشليم، فثارت عليهم السلطات اليهودية وقتلت زعيمهم اسطفان (اع7:54ـ60)، وشتتوهم خارج فلسطين، "فاجتازوا إلى فينيقية وقبرص وأنطاكية وهم لا يكلمون أحداً بالكلمة إلا اليهود فقط، ولكن كان منهم قوم وهم رجال قبرصيون وقيروانيون الذين لما دخلوا أنطاكية كانوا يخاطبون اليونانيين مبشرين بالرب يسوع، وكانت يد الرب معهم، فآمن عدد كثير ورجعوا إلى الرب". أعمال 11:19ـ21.
وهنا يذكر سفر أعمال الرسل، وهو تاريخ تأسيس المسيحية: (وفي أنطاكية أولاً دعي التلاميذ مسيحيين) اع11:27.
ومنذئذ شاع هذا الاسم مع الدعوة في أقطار الدولة الرومانية، ثم في أقطار الأرض كلها. فالمسيحيون هم من الأمميين، وهكذا صار اسم تلاميذ المسيح من بني إسرائيل (نصارى)، وصار اسمهم من الأمميين (مسيحيين)، وهذا الانقسام في الاسم بسبب البيئة سيجر إلى انقسام في العقيدة. أما الرأي الآخر، فيردُّ أن سبب الاختلاف في التسمية بين المسيحية والنصرانية إنما يعود إلى الاختلاف في البيئة والثقافة في الأمة الواحدة.
وكما كان المسيح مع دعوته بالإنجيل يمارس الشريعة الموسوية، كان الرسل صحابته في دعوتهم للمسيحية يمارسون الشريعة الموسوية، فيتردّدون على الهيكل، ويحفظون الأعياد اليهودية ويحافظون على الختان والصوم وسائر أحكام التوراة، لأنها أمست جزءاً من قوميتهم.كان أتباع المسيح من اليهود، وعلى رأسهم آل البيت، يقيمون التوراة والإنجيل معاً؛ وينادون بالإيمان بموسى وعيسى معاً؛ ويرفعون شعار العماد والختان معاً. ولكن المسيحية ما لبثت أن انتشرت بين الأمميين، وتكاثر عدد المسيحيين من الأمم حتى فاق عدد أهل الكتاب من اليهود المتنصرين، وكان هؤلاء يهتدون دون أن يتهوّدوا ويخضعوا لشريعة موسى والختان، ما أدى إلى إيجاد حالة من السلوك المتعارض بين الفريقين، فالنصارى اليهود يقولون بإقامة التوراة والإنجيل، والمسيحيون من الأمميين يقولون بالإنجيل وحده من دون الشريعة الموسوية والختان.
وتزعم مقالة النصارى آل بيت المسيح وعلى رأسهم أبناء قلوبا عم المسيح بحسب البشرية، الذين يسمونهم لهذه القرابة "أخوة الرب"، وكان زعيمهم يعقوب (أخو الرب) أول أسقف على أورشليم، بوجود الرسل أنفسهم، وبدأ يظهر هؤلاء تشيعهم للشريعة ولآل بيت المسيح، على حساب المسيحية العامة عند هداية جماعة الفريسيين (أعمال 15:5).
وتزعم مقالة المسيحيين من غير أهل الكتاب بولس، رسول الأمم، منذ هدايته وبعثته. فكان في رسالاته ورسائله، إيلافاً للدعوة المسيحية بين الأمم غير الكتابية، يدعو إلى المسيحية من اليهودية وشريعتها وختانها. قال السيد المسيح "أول الوصايا هي: إسمعوا يا إسرائيل، الرب ربنا إله واحد" (مرقس 12ـ29). التثـليث ولكن المسيحية خرجت عن مفهوم وحدة الإله واتبعت بدلاً منه معتقداً غامضاً صيغ خلال القرن الرابع الميلادي، وهذا المعتقد الذي لا يزال حتى الآن موضع خلاف داخل الديانة المسيحية وخارجها، هو معتقد التثليث، وببساطة، فإن معتقد التثليث ينص على أن الله هو اتحاد بين ثلاث أشخاص مقدسين، الأب والإبن والروح القدس في كيان مقدس واحد. ويجمع النصارى أن الله تعالى واحد بالجوهر ثلاثة بالأقنومية ويفسرون الجوهر بالذات والأقنومية بالصفات، كالوجود والعلم والحياة ويعبرون عن الذات مع الحياة بروح القدس، ويعبرون عن الإله باللاهوت وعن الإنسان بالناسوت ويلقون العلم على الكلمة التي ألقيت إلى مريم(ع) فحملت منها بالمسيح(ع) ويخصونه بالاتحاد دون غيره من الأقانيم.
واجتمع منهم نفر من ثلاثمائة وثمانية عشر، وقيل وسبعة عشر أسقفاً من أساقفتهم بمدينة نيقية من بلاد الروم بحضرة قسطنيطين ملك الروم عند ظهور أريوش الأسقف وقوله: إن المسيح مخلوق، وإن القديم هو الله تعالى وألّفوا عقيدة استخرجوها من أناجيلهم لقّبوها بالأمانة، من خرج عنها خرج عن دين النصرانية، ونصّها على ما ذكره الشهرستاني في "الملل والنحل" وابن العميد ما صورته: "نؤمن بالله الواحد الأب مالك كل شيء وصانع ما يرى وما لا يرى وبالابن الواحد أيشوع المسيح ابن الله بكر الخلائق كلها وليس بمصنوع إله حق من إله حق من جوهر أبيه الذي بيده أتقنت العوالم وكل شيء الذي من أجلنا ومن أجل خلاصنا نزل من السماء وتجسد بروح القدس وولد من مريم البتول وصلب أيام بيلاطوس ودفن ثم قام في اليوم الثالث وصعد إلى السماء وجلس عن يمين أبيه وهو مستعد للمجيء تارة أخرى للقضاء بين الأموات والأحياء، ونؤمن بروح القدس الواحد الحي الذي يخرج من أبيه وبمعمودية واحدة لغفران الخطايا وبجماعة واحدة قدسية مسيحية جاثيليقية وبقيام أبداننا وبالحياة الدائمة أبد الآبدين"، ووضعوا معها قوانين لشرائعهم سموها الهيمانوت. ثم اجتمع منهم جمع بقسطنطينية عند دعوى مقدونيوس المعروف بعدو روح القدس وقوله: إن روح القدس مخلوق وزادوا في الأمانة المتقدمة الذكر ما نصّه: "ونؤمن بروح القدس المحيي المنبثق من الأب"، ولعنوا من يزيد بعد ذلك على كلام الأمانة أو ينقص منها. كان النصارى، كما جاء في قانون الإيمان الأثناسيوسي يعبدون "إلهاً واحداً في ثلاثة وثلاثة في واحد هو الأب، وآخر هو الإبن، وثالث هو الروح القدس، وهم جميعاً شخص واحد، وليسوا ثلاثة آلهة، وإنما إله واحد والثلاثة معاً خالدون ومتساوون، ويجب عل كل من يأمل في الخلاص أن يؤمن بالتثليث على هذا النحو..". يمكن القول بأن الإشارات التي وردت في الإنجيل إلى التثليث غامضة، وربما أمكن القول بأن الإنجيل لا يشير في حقيقة الأمر إلى ذلك مطلقاً. ففي إنجيل متى (28ـ19)، نرى المسيح(ع) يطلب من حوارييه أن يبلغوا رسالته لجميع الأمم، وفي هذا التكليف الذي يسمى "التكليف العظيم"، يمكننا أن نرى أن عبارة "معمدين إياهم باسم الأب والابن والروح القدس" هي إضافة للنص التوراتي ولم يقلها المسيح(ع)، وذلك للسببين التاليين:
1 ـ كان التعميد خلال الفترات الأولى من التاريخ الكنسي، حسبما وصفه بولص في رسائله، يتم باسم المسيح (وليس باسم الأب والابن الروح القدس).
2 ـ ورد "التكليف العظيم" في أول إنجيل تمّ تدوينه، وهو إنجيل مرقص، دون ذكر لأسماء الأب أو الابن أو الروح القدس. (مرقص، 16ـ15).
أما الإشارة الأخرى الوحيدة للتثليث في الإنجيل فهي في الرسالة الإنجيلية الأولى (يوحنا:5ـ7). غير أن الباحثين المعاصرين يعترفون بأن هذه العبارة التي تقول بأن "هناك ثلاثة يسجلون في السماء: الأب والكلمة والروح القدس، وهم الثلاثة واحد"، هي إضافات تمّت في فترة تالية، ولا توجد في أي من نسخ الإنجيل الموجودة اليوم. ومن هنا يمكننا أن نرى أن مفهوم التثليث لم يذكره المسيح(ع) أو أي من الرسل، وأن هذا المعتقد، الذي يؤمن به جميع المسيحيين في العالم، إنما هو من اختراع البشر. إرساء القواعد بينما نجد أن بولس الطرسوسي الذي يمكن اعتباره المؤسس الفعلي للديانة المسيحية، قد صاغ الكثير من معتقداتها، فإن معتقد التثليث لم يكن من ضمن المعتقدات التي صاغها، غير أنه أرسى أسس هذا المعتقد عندما نادى بفكرة أن المسيح (ابن مقدس). فالابن يحتاج الأب، ومن الأفضل أن تكون هناك وسيلة يوحي من خلالها الله إلى البشر، ويمكننا القول أو بولس قد ذكر الأسماء الرئيسية، ثم قام رجال الدين المسيحي بعد ذلك بتجميع هذه الأفكار في معتقد واحد. وكان أول من استخدم كلمة "تثليث" هو ترتوليان، وهو محام وكاهن عاش في قرطاجة خلال القرن الثالث الميلادي، عندما أعلن نظريته التي تقول بأن الابن والروح القدس يشتركان في كينونة الإله، وإن كانا هما والأب عبارة عن كيان واحد. وهنا بدأت صياغة معتقد رسمي واحتدم النـزاع حول موضوع التثليث في عام 318 بين رجلي دين من الاسكندرية، هما آريوس شمّاس كنيسة الاسكندرية وألكسندر مطرانها، وتدخل الإمبراطور قسطنطين في النـزاع.
ورغم أن العقيدة المسيحية كانت تمثل لقسطنطين لغزاً لا يقدر على فهمه، إلا أنه أدرك أن وجود كنيسة موحدة أمر ضروري لكي تحافظ مملكته على قوتها، وعندما فشلت المفاوضات في حسم الأمر، دعا قسطنطين إلى عقد المجلس الكنسي الأول في تاريخ الديانة المسيحية لحسم هذا النـزاع. وبعد ستة أسابيع، في عام 325، اجتمع ثلاثمائة من المطارنة في نقوسيا، وانتهى المجلس الكنسي الأول إلى فرض مبدأ التثليث، وبدءاً من ذلك الحين، أصبح الإله الذي يؤمن به المسيحيون يتكوّن من ثلاثة كيانات، أو طبائع، في هيئة الأب والابن والروح القدس. الكنيسة ترمي بثقلها ولكن الموضوع ظلّ أبعد ما يكون عن الحسم، بالرغم مما كان يأمل فيه الإمبراطور قسطنطين، وبدأ آريوس يتناقش مع مطران الاسكندرية الجديد، وهو أثناسيوس، حتى أثناء توقيع القانون الإيماني النيقوسي، ومنذ ذلك الحين أصبحت "الآريوسية" صفة لكل من لا يؤمن بالتثليث. غير أن القانون الإيماني النيقوسي ـ القسطنطيني لم يكتسب صفة الرسمية إلا في عام 451 بموافقة البابا، خلال انعقاد المجلس الكنسي في تشالسيدونيا، واعتبر التفوّه بما يعارض التثليث كفراً وهرطقة، وكان نصيب من يفعلون ذلك أحكاماً تتراوح بين التشويه الجسدي والموت، وأخذ المسيحيون يقتلون ويشوّهون الآلاف من إخوتهم المسيحيين بسبب اختلاف الرأي. واستمرّ أتباع مذهب الموحّدين المسيحي على إيمانهم بآراء آريوس في القول بأن الله واحد، ولا يؤمن أتباع هذا المذهب بالتثليث، ولذلك فإن غالبية المسيحيين يحتقرونهم، ولم يوافق المجلس القومي للكنائس على قبولهم، ويعتقد أتباع هذا المذهب أن هناك أملاً في أن يعود المسيحيون إلى تعاليم المسيح الحقة، التي نراها في الإنجيل في الآية التالية: "أعبد الرب إلهك، اعبده وحده" (لوقا، 4ـ8).

الفصل الثاني
موقف أهل الكتاب من نبوة رسول اللهr

زعموا أن محمداً صلى الله عليه وسلم ليس برسول. وبنوا هذا الزعم على,
أ- إن الكتب السابقة - التوراة وملحقاتها والأناجيل - خلت من البشارة برسول الإسلام؟ ب-إن العهد والنبوة والكتاب محصورة فى نسل إسحق لا إسماعيل.؟!
الرد على الشبهة:
ولكن قبل أن نواجهها مواجهة مباشرة أريد أن أقدم كلمة موجزة بين يدى هذه المواجهة ، رأيت أن تقديمها من أوجب الواجبات فى هذا المجال.
وجود " البشارات " وعدمها سواء..؟ أجل: إن وجود البشارات وعدمها فى الكتب المشار إليها آنفا سواء ، وجودها مثل عدمها ، وعدمها مثل وجودها. فرسالة رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ليست فى حاجة إلى دليل يقام عليها من خارجها ، بحيث إذا لم يوجد ذلك الدليل " الخارجى " بطلت - لا سمح الله - تلك الرسالة ؛ فهى رسالة دليلها فيها ، ووجود البشارات بها فى كتب متقدمة - زمنا - عليها لا يضيف إليها جديداً ، وعدم وجود تلك البشارات لا ينال منها شيئاً قط.
فهى حقيقة قائمة بذاتها لها سلطانها الغنى عما سواها. ودليلها قائم خالد صالح للفحص فى كل زمان ومكان ، باق بقاء رسالته أبد الدهر أشرق ولم يغب ، ظهر ولم يختف ، قوى ولم يضعف. علا ولم يهبط ، إنه دليل صدق الأنبياء كلهم. فكل الأنبياء مضوا ولم يبق من أدلة صدقهم إلا ما جاء فى هذا الدليل " القرآن العظيم " حيث شهد لهم بالصدق والوفاء وأنهم رسل الله المكرمون.
فلا يظنن أحدُ أننا حين نتحدث عن بشارات الكتب السابقة برسول الإسلام إنما نتلمس أدلة نحن فى حاجة إليها لإثبات صدق رسول الإسلام فى دعواه الرسالة. فرسول الإسلام ليس فى حاجة إلى " تلك البشارات " حتى ولو سلم لنا الخصوم بوجودها فله من أدلة الصدق ما لم يحظ به رسول غيره.
وستعالج البشارة به صلى الله عليه وسلم على قسمين:
1- بشاراته صلى الله عليه وسلم فى التوراة.
2- بشاراته صلى الله عليه وسلم فى الإنجيل.
أولاً: البشارات فى التوراة تعددت البشارات برسول الإسلام فى التوراة وملحقاتها ، ولكن اليهود أزالوا عنها كل معنى صريح ، وصيروها نصوصاً احتمالية تسمح لهم بصرفها عنه صلى الله عليه وسلم ومع هذا فقد بقيت بعد تعديلها وتحريفها قوية الدلالة على معناها " الأصلى " من حملها على رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم لأن حملها على غيره متعذر أو متعسر أو محال.
فهى أشبه ما تكون برسالة مغلقة مُحى " عنوانها " ولكن صاحب الرسالة قادر - بعد فضها - أن يثبت اختصاصها به ، لأن الكلام " الداخلى " الذى فيها يقطع بأنها " له " دون سواه, لما فيها من " قرائن " وبينات واضحة ونعرض - فيما يلى - بعضاً منها:
" وهذه هى البركة التى بارك بها موسى رجل الله بنى إسرائيل قبل موته ".
فقال:
" جاء الرب من سيناء ، وأشرق لهم من ساعير ، وتلألأ من جبل فاران ". فى هذا النص إشارة إلى ثلاث نبوات:
الأولى: نبوة موسى عليه السلام التى تلقاها على جبل سيناء.
الثانية: نبوة عيسى عليه السلام وساعير هى قرية مجاورة لبيت المقدس ، حيث تلقى عيسى عليه السلام أمر رسالته.
الثالثة: نبوة محمد صلى الله عليه وسلم وجبل فاران هو المكان الذى تلقى فيه - عليه الصلاة والسلام - أول ما نزل عليه من الوحى وفاران هى مكة المكرمة مولد ومنشأ ومبعث محمد صلى الله عليه وسلم.
وهذه العبارة - مرة أخرى - تضمنت خبراً وبشارتين:
فالخبر هو تذكير موسى بفضل الله عليه حيث أرسله إليهم رسولاً.
والبشارتان:
الأولى: خاصة بعيسى عليه السلام. والثانية خاصة بمحمد صلى الله عليه وسلم.
وموقف اليهود منهما النفى: فلا الأولى بشارة بعيسى ابن مريم ولا الثانية بشارة برسول الإسلام.
أما موقف النصارى فإن النفى - عندهم - خاص ببشارة رسول الإسلام. ولهم فى ذلك مغالطات عجيبة ، حيث قالوا إن " فاران " هى " إيلات " وليست مكة. وأجمع على هذا " الباطل " واضعو كتاب: قاموس الكتاب المقدس. وهدفهم منه واضح إذ لو سَلَّمُوا بأن " فاران " هى مكة المكرمة ، للزمهم إما التصديق برسالة رسول الإسلام ، وهذا عندهم قطع الرقاب أسهل عليهم من الإذعان له.. ؟! ، أو يلزمهم مخالفة كتابهم المقدس ، ولم يقتصر ورود ذكر " فاران " على هذا الموضع من كتب العهد القديم ، فقد ورد فى قصة إسماعيل عليه السلام مع أمه هاجر حيث تقول التوراة: إن إبراهيم عليه السلام استجاب لسارة بعد ولادة هاجر ابنها إسماعيل وطردها هى وابنها فنزلت وسكنت فى " برية فاران ". على أنه يلزم من دعوى واضعى قاموس الكتاب المقدس من تفسيرهم فاران بإيلات أن الكذب باعترافهم وارد فى التوراة. لأنه لم يبعث نبى من " إيلات " حتى تكون البشارة صادقة. ومستحيل أن يكون هو عيسى عليه السلام ؛ لأن العبارة تتحدث عن بدء الرسالات وعيسى تلقى الإنجيل بساعير وليس بإيلات.
فليست " فاران " إلا " مكة المكرمة " وباعتراف الكثير منهم ، وجبل فاران هو جبل " النور " الذى به غار حراء ، الذى تلقى فيه رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم بدء الوحى.
وهجرة إسماعيل وأمه هاجر إلى مكة المكرمة " فاران " أشهر من الشمس.
وترتيب الأحداث الثلاثة فى العبارة المذكورة:
جاء من سيناء وأشرق من ساعير وتلألأ من فاران. هذا الترتيب الزمنى دليل ثالث على أن " تلألأ من جبل فاران " تبشير قطعى برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم.
وفى بعض " النسخ " كانت العبارة: " واستعلن من جبل فاران " بدل " تلألأ ".
وأياً كان اللفظ فإن " تلألأ " و " استعلن " أقوى دلالة من " جاء " و " أشرق " وقوة الدلالة هنا ترجع إلى " المدلولات " الثلاثة. فالإشراق جزء من مفهوم " المجئ " وهكذا كانت رسالة عيسى بالنسبة لرسالة موسى (عليهما السلام).
أما تلألأ واستعلن فهذا هو واقع الإسلام ، رسولا ورسالة وأمة ، إلى أن يرث الله الأرض ومن عليها.
هذه المغالطة (فاران هى إيلات) لها مثيل حيث تزعم التوراة أن هاجرأم إسماعيل عندما أجهدها العطش هى وابنها إسماعيل بعد أن طردا من وجه " سارة " طلبت الماء فلم تجده إلا بعد أن لقيا ملاك " الرب " فى المكان المعروف الآن " ببئر سبع " ؟! وأنها سميت بذلك لذلك..؟! وكما كذبت فاران دعوى " إيلات " كذَّبت " زمزم الطهور "دعوى" بئر سبع؟ ‍ وستظل فاران - مكة المكرمة - وزمزم الطهور " عملاقين " تتحطم على صخورهما كل مزاعم الحقد والهوى.
ويجئ نص آخر فى التوراة لا محمل له إلا البشارة برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم مهما غالط المغالطون.
وهو قول الله لموسى حسب ما تروى التوراة:
" أقيم لهم نبياً من وسط إخوتهم مثلك ، وأجعل كلامى فى فمه فيكلمهم بكل ما أوصيه به ، ويكون أن الإنسان الذى لا يسمع لكلامى الذى يتكلم به باسمى أنا أطالبه ".
حدث هذا حسب روايات التوراة وعداً من الله لموسى فى آخر عهده بالرسالة ، وكان يهمه أمر بنى إسرائيل من بعده ، فأعلمه الله - حسب هذه الرواية التوراتية - أنه سيبعث فيهم رسولا مثل موسى عليه السلام.
ولقوة دلالة النص على نبوة محمد صلى الله عليه وسلم فقد وقف أهل الكتابين - اليهود والنصارى - موقفين مختلفين هدفهما واحد ، وهو أن النص ليس بشارة برسول الإسلام.[5]

أما موقف اليهود فلهم فيه رأيان:
الأول: أن العبارة نفسها ليست خبراً بل هى نفى ، ويقدرون قبل الفعل " أقيم " همزة استفهام يكون الاستفهام معها " إنكارياً " وتقدير النص عندهم هكذا " أأقيم لهم نبياً من وسط إخوتهم مثلك..؟‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍!
بطلان هذا الرأى وهذا الرأى باطل ولن نذهب فى بيان بطلانه إلى أكثر من كلام التوراة نفسها. وذلك ؛ لأنه لو كان النص كما ذكروا بهمزة استفهام إنكارى محذوفة هى فى قوة المذكور لكان الكلام نفياً فعلاً.. ولو كان الكلام نفياً لما صح أن يعطف عليه قوله بعد ذلك:
" ويكون أن الإنسان الذى لا يسمع لكلامى الذى يتكلم به باسمى أنا أطالبه " ؟! فهذا المقطع إثبات قطعاً فهو مرتب على إقامة النبى الذى وعد به المقطع الذى قبله. فدل هذا " العطف " على أن المقطع السابق وعد خبرى ثابت لا نفى. ويترتب على ذلك بطلان القول الذاهب إلى تقدير الاستفهام..؟!
الثانى: وقد أحس اليهود ببطلان القول بالاستفهام فاحتاطوا للأمر وقالوا لا مانع أن يكون النص خبراً ووعداً مثبتاً ، ولكنه ليس المقصود به عيسى ابن مريم عليه السلام ولا محمد بن عبد الله رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ، بل المراد به نبى من أنبياء إسرائيل يوشع بن نون فتى موسى ، أو صموئيل..؟!

وأما موقف النصارى:
أما النصارى فيحملون البشارة فى النص على عيسى عليه السلام وينفون أن يكون المراد بها رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ، وقد علمنا قبلا أن اليهود ينفون أن تكون لعيسى عليه السلام.[6]
وللنصارى مغالطات عجيبة فى ذلك إذ يقولون إن النبى الموعود به ليس من بنى إسماعيل بل من بنى إسرائيل. ومحمد إسماعيلى فكيف يرسل الله إلى بنى إسرائيل رجلاً ليس منهم.؟! كما قالوا إن موسى أتى بمعجزات ومحمد لم يأت بمعجزات فكيف يكون مثله. وقد رددنا على هذه الفرية فيما تقدم.
الحق الذى لا جدال فيه:
والواقع أن كل ما ذهب إليه اليهود والنصارى باطل. باطل. ولن نذهب فى بيان بطلانه إلى أبعد من دلالة النص المتنازع عليه نفسه. أما الحق الذى لا جدال فيه فإن هذا النص ليس له محمل مقبول إلا البشارة برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم وإليكم البيان:
إن النص المتنازع عليه يقيد البشارة بالنبى الموعود به فيه بشرطين:
أحدهما: أنه من وسط إخوة بنى إسرائيل.
وثانيهما: أنه مثل موسى عليه السلام صاحب شريعة وجهاد لأعداء الله وهذان الشرطان لا وجود لهما لا فى يوشع بن نون ، ولا فى صموئيل كما يدعى اليهود فى أحد قوليهم.
ولا فى عيسى عليه السلام كما يدعى النصارى.
أما انتفاء الشرط الأول فلأن يوشع وصموئيل وعيسى من بنى إسرائيل وليسو من وسط إخوة بنى إسرائيل.
ولو كان المراد واحداً منهم لقال فى الوعد: أقيم لهم نبياً منهم.. ؟! هذا هو منهج الوحى فى مثل هذه الأمور كما قال فى شأن النبى صلى الله عليه وسلم:
(هو الذى بعث فى الأميين رسولاً منهم... ). وكما جاء على لسان إبراهيم وإسماعيل (عليهما السلام) (ربنا وابعث فيهم رسولاً منهم... ).
وأما انتفاء الشرط الثانى ، فلأن: لا صموئيل ولا يوشع ولا عيسى ابن مريم كانوا مثل " موسى " عليه السلام.
فموسى كان صاحب شريعة ، ويوشع وصموئيل وعيسى وجميع الرسل الذين جاءوا بعد موسى عليه السلام من بنى إسرائيل لم يكن واحداً منهم صاحب شريعة ، وإنما كانوا على شريعة موسى عليه السلام.
وحتى عيسى ما جاء بشريعة ولكن جاء متمماً ومعدلاً فشريعة موسى هى الأصل. إن عيسى كان مذكراً لبنى إسرائيل ومجدداً الدعوة إلى الله على هدى من شريعة موسى عليه السلام !! فالمثلية بين هؤلاء - وهى أحد شرطى البشارة - وبين موسى عليه السلام لا وجود لها. ؟!
الشرطان متحققان فى رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم وبنفس القوة والوضوح اللذين انتفى الشرطان بهما عمن ذكروا من الأنبياء ثبت ذلك الشرطان لمحمد بن عبد الله صلى الله عليه وسلم:
فهو من نسل إسماعيل ، وإسماعيل أخو إسحق ، الذى هو أبو يعقوب المسمى إسرائيل. فهو من وسط إخوة بنى إسرائيل - بنو عمومتهم - وليس من إسرائيل نفسها. وبهذا تحقق الشرط الأول من شرطى البشارة:
ومحمد - عليه الصلاة والسلام - صاحب شريعة جليلة الشأن لها سلطانها الخاص بها - جمعت فأوعت - مثلما كان موسى - أكبر رسل بنى إسرائيل - صاحب شريعة مستقلة كانت لها منزلتها التى لم تضارع فيما قبل من بدء عهد الرسالات إلى مبعث عيسى عليه السلام.
وبهذا يتحقق الشرط الثانى من شرطى البشارة وهو " المثليه " بين موسى ومحمد (عليهما صلوات الله وسلامه) ، فعلى القارئ أن يتأمل ثم يحكم.
فى المزامير المنسوبة إلى داود عليه السلام وردت كثير من العبارات التى لا يصح حمل معناها إلا على رسول الإسلام. ومن ذلك قول داود كما تروى التوراة: " أنت أبرع جمالاً من بنى البشر. انسكبت النعمة على شفتيك، لذلك باركك الله إلى الأبد. تقلد سيفك على فخذك أيها الجبار ، جلالك وبهاؤك. وبجلالك اقتحم. اركب من أجل الحق والدعة.. بتلك المسنونة فى قلب أعداء الملك - يعنى الله - شعوب تحتك يسقطون.. من أجل ذلك مسحك الله إلهك بدهن الابتهاج أكثر من رفقائك ".
اسمعى يانيت وأميلى أذنك ، وانسى شعبك وبيت أبيك ، فيشتهى الملك حسنك ؛ لأنه هو سيدك فاسجدى له. وبنت صور أغنى الشعوب تترضى وجهك بهدية. كلها مجد ابنة الملك فى خدرها. منسوجة بذهب ملابسها مطرزة ، تحضر إلى الملك فى إثرها عذارى صاحباتها مقدمات إليك يحضرن بفرح وابتهاج يدخلن إلى قصر الملك. عوضاً عن آبائك يكون بنوك نقيمهم رؤساء فى كل الأرض اذكر اسمك فى كل دور فدور من أجل ذلك تحمدك الشعوب إلى الدهر والآبد " وقفة مع هذا الكلام فى المقطع الأول (أ) لا تنطبق الأوصاف التى ذكرها داود إلا على رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم.
فهو الذى قاتل بسيفه فى سبيل الله وسقطت أمامه شعوب عظيمة كالفرس والروم.
وهو الممسوح بالبركة أكثر من رفقائه الأنبياء ؛ لأنه خاتم النبيين ، ورسالته عامة خالدة (وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين ).
ولم يترك رسول هدى وبيانا مثلما ترك رسول الإسلام فى القرآن الحكيم ، وفى أحاديثه وتوجيهاته ، التى بلغت مئات الآلاف ، وتعددت المصادر التى سجلتها ، وفيها من روائع البيان ، وصفاء الألفاظ ، وشرف المعانى ما ليس فى غيرها.
أما المقطع الثانى (ب) فهو أوصاف للكعبة الشريفة. فهى التى تترضاها الأمم بالهدايا. وهى ذات الملابس المنسوجة بالذهب والمطرزة ، وهى التى يذكر اسمها فى كل دور فدور وتأتيها قوافل" الحجيج " رجالاً ونساءً من كل مكان فيدخل الجميع فى " قصر الملك " ويحمدها الناس إلى الأبد ؛ لأن الرسالة المرتبطة بها رسالة عامة: لكل شعوب الأرض الإنس والجن. بل والملائكة. وفى مواسم الحج يأتيها القاصدون من جميع بقاع الأرض مسلمين ، ورعايا مسلمين من بلاد ليست مسلمة.
خالدة: لم ينته العمل بها بوفاة رسولها ، كما هو الحال فيما تقدم. وإنما هى دين الله إلى الأبد الأبيد.
وأشعيا وسفره من أطول أسفار العهد القديم ملئ بالإشارات الواضحة التى تبشر برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ، ولولا المنهج الذى أخذنا به هنا وهو عدم التطويل لذكرنا من ذلك الكثير ؛ ولذا فإننا نكتفى بهذا المقطع لدلالته القوية على ما نقول:
" قومى استنيرى ؛ لأنه قد جاء نورك ، ومجد الرب أشرق عليك.. لأنه ها هى الظلمة تغطى الأرض والظلام الدامس الأمم. أما عليك فيشرق الرب ، ومجده عليك يرى. فتسير الأمم فى نورك ، والملوك فى ضياء إشراقك.
ارفعى عينيك حواليك وانظرى. قد اجتمعوا كلهم جاءوا إليك. يأتى بنوك من بعيد ، وتحمل بناتك على الأيدى ، حينئذ تنظرين وتنيرين ويخفق قلبك ويتسع ؛ لأنه تحول إليك ثروة البحر ، ويأتى إليك غنى الأمم تغطيك كثرة الجمال بكران مديان ، وعيفة كلها تأتى من شبا. تحمل ذهبا ولبانا ، وتبشر بتسابيح الرب. كل غنم قيدار تجتمع إليك. كباش نبايوت تخدمك تصعد مقبولة على مذبحى ، وأزين بيت جمالى.
من هؤلاء الطائرون كسحاب وكالحمام إلى بيوتها. إن الجزائر تنتظرنى وسفن ترشيش فى الأول لتأتى من بعيد ، وفضتهم وذهبهم معهم لا سم الرب إلهك ….
وبنو الغريب يبنون أسوارك ، وملوكهم يخدمونك.. وتفتح أبوابك دائما نهاراً وليلاً لا تغلق ، ليؤتى إليك بغنى الأمم وتقاد ملوكهم.
دلالة هذه النصوص:
بلا أدنى ريب فإن هذا الكلام المنسوب إلى أشعيا وصف لمكة المكرمة وكعبتها الشامخة.
فالمقطع الأول إنما هو حديث عن موسم الحج المبارك فيه يجتمع بنوها حولها من كل مكان وفيه لمحة قوية جداًُ إلى نحر الهدى صبيحة العيد. ألم يشر النص إلى غنم قيدار ، وقيدار هوولد إسماعيل عليه السلام الذى تشعبت منه قبائل العرب. ثم ألم ينص على المذبح الذى تنحر عليه الذبائح ؟ كما أشار النص ثلاث إشارات تعد من أوضح الأدلة على أن المراد بهذا النص مكة المكرمة. وتلك الإشارات هى طرق حضور الحجاج إليها. ففى القديم كانت وسائل النقل: ركوب الجمال. ثم السفن. أما فى العصر الحديث فقد جدت وسيلة النقل الجوى " الطائرات " وبشارة أشعيا تضمنت هذه الوسائل الثلاث على النحو الآتى:
1- الجمال ، قال فيها: تغطيك كثرة الجمال.؟!
2- السفن ، قال فيها: وسفن ترشيش تأتى ببنيك من بعيد ؟!
3- النقل الجوى ، وفيه يقول: من هؤلاء الطائرون كسحاب وكالحمام إلى بيوتها. ؟!!
أليس هذا أوضح من الشمس فى كبد السماء.
على أن النص ملئ بعد ذلك بالدقائق والأسرار ، ومنها أن مكة مفتوحة الأبواب ليلاً ونهاراً لكل قادم فى حج أو عمرة.. ؟!
ومنها أن خيرات الأمم تجبى إليها من كل مكان ، والقرآن يقرر هذا المعنى فى قول الله تعالى:
(أولم نمكن لهم حرما آمنا يجبى إليه ثمرات كل شىء ).
ومنها أن بنى الغريب (يعنى غير العرب) يبنون أسوارها. وكم من الأيدى العاملة الآن ، وذوى الخبرات يعملون فيها ويشيدون قلاعها فوق الأرض وتحت الأرض ومنها أنه ما من عاصمة من عواصم العالم إلا دخلت فى محنة من أهلها أو من غير أهلها إلا هذه " العاصمة المقدسة " فظلت بمأمن من غارات الغائرين وكيد الكائدين ، ومثلها المدينة المنورة.
ومنها كثرة الثروات التى مَنَّ الله بها عليها. أليس البترول من ثروات البحر العظمى التى تفجرت أرض الحجاز وشبه الجزيرة منه عيوناً دفاقة بمعدل لم تصل إليه أمة من الأمم. أضف إلى ذلك سبائك الذهب والفضة.
والحديث عن مكة المكرمة حديث عن رسول الإسلام ؛ لأن مجدها لم يأت إلا على يدى بعثته صلى الله عليه وسلم.
هذه الحقائق لا تقبل الجدل. ومع هذا فإن أهل الكتاب (وخاصة اليهود) يحملون هذه الأوصاف على مدينة " صهيون " ولهذا فإنهم عمدوا إلى النص وعدلوه ليصلح لهذا الزعم.
ولكننا نضع الأمر بين يدى المنصفين من كل ملة. أهذه الأوصاف يمكن أن تطلق على مدينة " صهيون ".
لقد خرب " بيت الرب " فى القدس مراراً وتعرض لأعمال شنيعة على كل العصور. أما الكعبة الشريفة والمسجد الحرام فلم يصل أحد إليهما بسوء ، ثم أين ثروات البحر والبر التى تجبى إلى تلك المدينة وأهلها (إلى الآن) يعيشون عالة على صدقات الأمم.
وأين هى المواكب التى تأتى إليها براً وبحراً وجَوّاً ، وهل أبوابها مفتوحة ليلاً ونهاراً ، وأين هم بنوها الذين اجتمعوا حولها.
وما صلة غنم قيدار وكباش مدين بها. وأين هو التسبيح الذى يشق عنان السماء منها.. وأين.. وأين..؟‍ إن هذه المغالطات لا تثبت أمام قوة الحق ، ونحن يكفينا أن نقيم هذه الأدلة من كتبهم على صدق الدعوى ، ولا يهمنا أن يذعن القوم لما نقول فحسبك من خصمك أن تثبت باطل ما يدعيه أمام الحق الذى تدافع عنه.
والفاصل بيننا ـ فى النهاية ـ هو الله الذى لا يُبدل القول لديه.
وتنسب التوراة إلى نبى يدعى " حبقوق " من أنبياء العهد القديم ، وله سفر صغير قوامه ثلاثة إصحاحات.
تنسب إليه التوراة نصوصاً كان يصلى بها. تضمنها الإصحاح الثالث من سفره. وهذا الإصحاح يكاد يكون كله بشارة برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم. وإليكم مقاطع منه: " الله جاء من تيمان ، والقدوس من جبل فاران ـ سلاه ـ جلاله غطى السماوات. والأرض امتلأت من تسبيحه وكان لمعان كالنور له من يديه شعاع ، وهناك استتار قدرته.
قدامه ذهب الوبأ. وعند رجليه خرجت الحمى. وقف وقاس الأرض ، نظر فرجف الأمم ودكت الجبال الدهرية ، وخسفت آكام القوم.
مسالك الأزل يسخط دست الأمم ، خرجت لخلاص شعبك 000 سحقت رأس بيت الشرير معرياً الأساس حتى العنق 000 سلكت البحر بخيلك.
دلالات هذه الإشارات:
لا يستطيع عاقل عالم بتاريخ الرسالات ومعانى التراكيب أن يصرف هذه النصوص على غير البشارة برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم. فالجهتان المذكورتان فى مطلع هذا المقطع وهما: تيمان: يعنى اليمن ، وجبل فاران: يعنى جبل النور الذى بمكة المكرمة التى هى فاران. هاتان الجهتان عربيتان. وهما رمز لشبه الجزيرة العربية التى كانت مسرحاً أولياً لرسالة محمد صلى الله عليه وسلم.
فليس المراد إذن نبياً من بنى إسرائيل ؛ لأنه معلوم أن رسل بنى إسرائيل كانت تأتى من جهة الشام شمالاً. لا من جهة بلاد العرب. وهذه البشارة أتت مؤكدة للبشارة المماثلة ، التى تقدم ذكرها من سفر التثنية ، وقد ذكرت أن الله: تلألأ أو استعلن من جبل فاران.
بيد أن بشارة التثنية شملت الإخبار بمقدم موسىعليه السلام والتبشير بعيسى عليه السلام وبمحمد صلى الله عليه وسلم أما بشارة حبقوق فهى خاصة برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم. ولو لم يكن فى كلام حبقوق إلا هذا " التحديد " لكان ذلك كافياً فى اختصاص بشارته برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ومع هذا فقد اشتمل كلام حبقوق على دلائل أخرى ذات مغزى:
منها: الإشارة إلى كثرة التسبيح حتى امتلأت منه الأرض.. ؟!
ومنها: دكه صلى الله عليه وسلم لعروش الظلم والطغيان وقهر الممالك الجائرة.
ومنها: أن خيل جيوشه ركبت البحر ، وهذا لم يحدث إلا فى ظل رسالة الإسلام.
على أن كلام حبقوق ملئ بالرمز والإشارات مما يفيدنا فى هذا المجال ولكننا نتجاوزه لأمرين:
أحدهما: أن فى الإشارات الصريحة غناء عنها.
وثانيهما: عدم التطويل ـ هنا ـ كما اتفقنا.
بشاراته صلى الله عليه وسلم فى العهد الجديد أسفار العهد الجديد (الأناجيل والرسائل) حافلة بالنصوص التى يتعين أن تكون " بشارات " برسول الإسلام صلى الله عليه وسلم.
تلك البشارات تعلن أحياناً فى صورة الوعد بملكوت الله أو ملكوت السماوات. وأحيانا أخرى بالروح القدس. ومرات باسم المعزى أو الفارقليط ، وهى كلمة يونانية سيأتى فيما بعد معناها ، تلك هى صورة البشارات فى الأناجيل فى صيغها المعروفة الآن.
ففى إنجيل متى وردت هذه العبارة مسندة إلى يحيى عليه السلام المسمى فى الأناجيل: يوحنا المعمدان.
وفيها يقول: " توبوا, لأنه قد اقترب ملكوت السماوات ".
فمن هو ملكوت السماوات الذى بشر به يحيى ؟! هل هو عيسى عليه السلام ـ كما يقول النصارى..؟! هذا احتمال.. ولكن متَّى نفسه يدفعه حيث روى عن عيسى عليه السلام نفس العبارة: " توبوا ؛ لأنه قد اقترب ملكوت السماوات ".
فلو كان المراد بملكوت السماوات ـ هذه ـ عيسى عليه السلام لما وردت هذه " البشارة " على لسان عيسى ؛ إذ كيف يبشر بنفسه ، وهو قائم موجود ، والبشارة لا تكون إلا بشئ محبوب سيأتى ، كما أن الإنذار ـ قسيمه ـ لا يكون إلا بشىء " مكروه " قد يقع. فكلاهما: التبشير والإنذار ـ أمران مستقبلان.
إن ورود هذه العبارة عن عيسى نفسه تخصيص لذلك العموم المستفاد من عبارة يحيى عليهما السلام.
فدل ذلك على أن المراد بملكوت السماوات رسول آخر غير عيسى. ولم يأت بعد عيسى ـ باعتراف الجميع ـ رسول غير رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم.
فدل ذلك على أنه هو المراد بملكوت السماوات فى عبارة عيسى عليه السلامـ قولاً واحداً ـ وباحتمال أرجح فى عبارة يحيى ،إذ لا مانع عندنا ـ أن يكون يحيى عليه السلام قد بشر بها بعيسى عليه السلام.
أما بشارة عيسى فلا موضع لها إلا الحمل ـ القطعى ـ على رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم. وفى صيغة الصلاة التى علمها المسيح لتلاميذه ـ كما يروى مَتَّى نفسه ـ بشارة أخرى بنبى الإسلام. وهذا هو نص مَتَّى فى هذا " فصلوا أنتم هكذا: أبانا الذى فى السماوات ليتقدس اسمك ليأت ملكوتك ".
ووردت هذه الصيغة فى إنجيل لوقا هكذا:
" متى صليتم فقولوا: أبانا الذى فى السماوات ليتقدس اسمك ليأت ملكوتك.. ".
ويذكر لوقا أن المسيح جمع تلاميذه ، وعلمهم كيف يقهرون الشياطين ، ويشفون الأمراض ثم قال: " وأرسلهم ليكرزوا ـ أى يبشروا ـ بملكوت الله ".
أما مرقس فيسند هذه البشارة إلى المسيح نفسه إذ يقول: " جاء يسوع إلى الجبل يكرز ببشارة ملكوت الله ويقول: قد كمل الزمان واقترب ملكوت الله ".
فهؤلاء ثلاثة من التلامذة يتفقون على أن يحيى وعيسى (عليهما السلام) قد بشرا بملكوت الله الذى اقترب. فمن المراد بملكوت الله إذا لم يكن هو رسول الإسلام صلى الله عليه وسلم ؟ وأكاد أجزم بأن عبارة " المسيح ، قد كمل الزمان " لا تعنى سوى انتهاء عصر الرسالات الموقوتة وإقبال الرسالة الخالدة..!
أما يوحنا صاحب رابع الأناجيل. فإنه يذكر هذه البشارات فى مواضع متعددة من إنجيله. ومن ذلك ما يرويه عن المسيح عليه السلام " الذى لا يحبنى لا يحفظ كلامى ، والكلام الذى تسمعونه ليس لى بل للأب الذى أرسلنى. بهذا كلمتكم وأنا عندكم. وأما المعزى (اسم فاعل من الفعل المضعف العين عزى)هو الروح القدس ، الذى سيرسله الأب باسمى فهو يعلمكم كل شىء ويذكركم بما قلته لكم ".
كما يروى يوحنا قول المسيح ـ الآتى ـ مع تلاميذه: " إنه خير لكم أن انطلق. إن لم أنطلق لا يأتيكم المعزى ، ولكن إن ذهبت أرسله إليكم. ومتى جاء ذاك يبكت العالم على خطية ، وعلى بر وعلى دينونة ".
ويروى كذلك قول المسيح لتلاميذه: " وأما إذا جاء ذاك روح الحق ، فهو يرشدكم إلى جميع الحق ؛ لأنه لا يتكلم من نفسه. بل كل ما يسمع يتكلم به ، ويخبركم بأمور آتية "؟.
فمن هو المعزى أو روح القدس أو روح الحق الذى بشر به المسيح عليه السلام حسبما يروى يوحنا..؟!
إن المسيح يقول: إن ذلك المُعَرِّى أو الروح القدس لا يأتى إلا بعد ذهاب المسيح ، والمسيح نفسه يُقِرُّ بأن ذلك المُعَرِّى أو الروح أَجَلُّ منه شأنا ، وأعم نفعاً وأبقى أثراً ، ولذلك قال لتلاميذه: خير لكم أن أنطلق. إن لم أنطلق لا يأتيكم المُعَرِّى.
وكلمة " خير " أفعل تفضيل بمعنى أكثر خيراً لكم ذهابى ليأتيكم المعزى ولو كان " المُعَزَّى " مساويا للمسيح فى الدرجة لكانا مستويين فى الخيرية ولما ساغ للمسيح أن يقول خير لكم أن أنطلق. ومن باب أولى لو كان " المعزَّى " أقل فضلاً من المسيح. فعبارة المسيح دليل قاطع على أنه بشر بمن هو أفضل منه ، لا مساوٍ له ولا أقل.
ثم يصف المسيح ذلك المُعَرَّى أو الروح بأوصاف ليست موجودة فى المسيح نفسه عليه السلام. ومن تلك الأوصاف:
أـ إنه يعلم الناس كل شىء.وهذا معناه شمول رسالته لكل مقومات الإصلاح فى الدنيا والدين. وذلك هو الإسلام.
ب ـ إنه يبكت العالم على خطية. والشاهد هنا كلمة " العالم " وهذا معناه شمول الإسلام لكل أجناس البشر ، عربا وعجماً ، فى كل زمان ومكان. ولم توصف شريعة بهذين الوصفين إلا الإسلام.
جـ ـ إنه يخبر بأمور آتية ، ويذكر بما مضى. وقد تحقق هذا فى رسالة محمد صلى الله عليه وسلم.
الخاتمة

الإستنباط :
إن أهل الكتاب موقفهم من نبوة رسول الله r البشارتان:
الأولى: خاصة بعيسى عليه السلام.
والثانية خاصة بمحمد صلى الله عليه وسلم.
وموقف اليهود منهما النفى: فلا الأولى بشارة بعيسى ابن مريم ولا الثانية بشارة برسول الإسلام.
أما موقف النصارى فإن النفى - عندهم - خاص ببشارة رسول الإسلام. ولهم فى ذلك مغالطات عجيبة ، حيث قالوا إن " فاران " هى " إيلات " وليست مكة
.
[1] . أنظر كتاب "تفسيرجامع البيان في تأويل القرأن", الشيخ محمد إبن جرير الطبري, ج: 3 ب:146, ص : 188
[2] . تعريف أهل الكتاب, إبحث في ""www.wikipedia.org
[3] . أنظر كتاب "العنصرية اليهودية وآثارها في المجتمع الإسلامي والموقف منها"لشيخ د.أحمد بن عبدالله بن إبراهيم الزغيبي, مكتبة العبيكان,ج : 1 صفحة : 61
[4] . تعريف النصارى, إبحث في "www.wikipedia.org
[5] .أنظر في المكتبة الشاملة "كتاب موسوعة الدفاع عن رسول الله" الشيخ علي بن نايف الشهود, ج:6, صفحة:343
[6] . أنظر في المكتبة الشاملة "كتاب المفصل في الرد على شبهات أعداء الإسلام" الشيخ علي بن نايف الشهود, ج :9, صفحة : 4